19 March 2024
4 menit baca

Bayar Utang Dulu atau Sedekah? Ini Jawabannya!

4 menit baca

Bayar Utang atau Sedekah

 

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita dihadapkan pada pilihan antara membayar utang atau melakukan sedekah. Situasi ini sangat mungkin terjadi secara khusus saat gaji atau bonus cair. Nah, mana yang sebaiknya diprioritaskan, membayar utang atau melakukan sedekah? Mari kita bahas lebih lanjut.

 

Hukum Membayar Utang

 

Menurut ulama besar, Prof Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya, utang dibagi menjadi dua: yang sudah jatuh tempo dan yang belum. Utang yang sudah jatuh tempo harus segera dilunasi, sementara utang yang belum jatuh tempo masih bisa ditangguhkan pembayarannya.

 

Buya Hamka menekankan pentingnya membayar utang terlebih dahulu sebelum bersedekah. Baginya, membayar utang adalah kewajiban, sementara bersedekah adalah sunnah.

 

Pada dasarnya, Islam tidak pernah mengharamkan urusan utang-piutang, tetapi mengatur agar umat Muslim tidak keliru dalam memahami hal tersebut. Islam memperbolehkan berutang kepada orang lain tanpa melibatkan riba

 

Selain itu, orang yang berutang harus bertanggung jawab terhadap utangnya dan mengembalikannya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Tidak diperkenankan bagi seorang Muslim untuk melarikan diri dengan maksud menghindari pembayaran utang. Tindakan seperti itu sama artinya dengan mencuri harta orang lain.

 

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad SAW:

 

Rasulullah bersabda: Barangsiapa mengambil harta orang dengan tujuan ingin merusak (tidak mau membayar), niscaya Allah akan merusaknya.” (HR. Bukhari).

 

Ini diperkuat dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 188:

 

Rasulullah bersabda: Barangsiapa mengambil harta orang dengan tujuan ingin merusak (tidak mau membayar), niscaya Allah akan merusaknya.” (HR. Bukhari).

 

Ini diperkuat dengan firman Allah Swt dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 188:

 

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِ‌يقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

 

Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (Alquran surah al-Baqarah ayat 188).

 

Imam Abu Zakaria Muhyiddin an-Nawawi menyatakan bahwa orang yang memiliki utang harus mengutamakan melunasi utang daripada memberikan sedekah. Sedekah bisa dilakukan jika seseorang yakin dapat melunasi utang dari sumber lain yang tidak disedekahkan.

 

Jadi, dalam Islam, melunasi utang adalah prioritas utama daripada bersedekah. Selain sebagai kewajiban finansial, membayar utang juga merupakan tanggung jawab moral dan spiritual yang harus dipenuhi.

 

Baca Juga: Apa Itu Uang THR dan Bagaimana Cara Menghitungnya?

 

Hukum Bersedekah Namun Masih Memiliki Utang

 

Dalam Islam, bersedekah adalah amalan yang sangat dianjurkan, baik dalam keadaan berkecukupan maupun sempit. Namun, bagaimana hukumnya bersedekah jika seseorang masih memiliki utang yang harus dilunasi?

 

Sedekah sendiri artinya memberikan sesuatu kepada yang berhak menerimanya semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT. Hukum mengeluarkan sedekah adalah sunah muakad, yang artinya jika seseorang tidak mampu melakukannya, maka tidak berdosa baginya.

 

Menurut kitab Fikih Madrasah Ibtidaiyah Kelas V karya Yusak Burhanudin dan Muhammad Najib, hukum bersedekah namun masih memiliki utang dapat dibagi menjadi dua, yaitu boleh dan haram.

 

Jika dengan memberikan sedekah seseorang menjadi tidak mampu melunasi utangnya, maka hukumnya menjadi haram. Berdasarkan prioritas antara membayar utang dan bersedekah, seseorang harus lebih mengutamakan membayar utang yang hukumnya wajib daripada bersedekah yang berhukum sunnah.

 

Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang berbunyi:

 

لَوْ كَانَ لِي مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَباً لَسَرَّنِي أَنْ لَا يَمُرَّ عَلَى ثَلَاثُ لَيَالٍ وَعِنْدِي مِنْهُ شَيْءٌ إِلَّا شَيْءٌ أُرْصِدُهُ لِدَيْنِ رواه البخاري

 

Artinya: “Andaikata aku punya emas sebesar bukit uhud, maka akan membahagiakanku jika tidak terlewat tiga hari dan emas itu telah habis (untuk beramal baik), kecuali sedikit emas yang aku simpan (persiapkan) untuk melunasi hutang.” (HR Bukhari)

 

Imam Abu Zakaria Muhyiddin an-Nawawi juga berpendapat serupa. Bagi beliau, bersedekah namun masih memiliki utang bukanlah perbuatan yang dianjurkan dan termasuk melawan sunnah. Bahkan, jika dengan bersedekah seseorang tidak mampu membayar utangnya, maka hukumnya menjadi haram.

 

Imam An-Nawawi dalam Minhajut Thalibin wa ‘Umdatul Muftin fil Fiqh menyatakan bahwa orang yang memiliki utang atau kewajiban menafkahi orang lain, lebih diutamakan bagi mereka untuk melunasi tanggungan yang wajib dan dianjurkan untuk tidak bersedekah terlebih dahulu.

 

“Menurut pendapat yang lebih sahih, haram hukumnya menyedekahkan harta yang ia butuhkan untuk menafkahi orang yang wajib dia nafkahi, atau (harta tersebut ia butuhkan) untuk membayar utang yang tidak dapat dilunasi (seandainya ia bersedekah),” jelasnya.

 

Syekh Khatib As-Sirbini dalam kitab Mughnil Muhtaj juga mengemukakan hal yang sama. Ia menyatakan bahwa membayar utang adalah kewajiban yang harus didahulukan daripada perkara yang sunnah (sedekah).

 

Namun, jika utang bisa dilunasi melalui harta lain, maka tidak masalah untuk bersedekah dengan harta tersebut, kecuali jika itu berdampak pada pembayaran utang. Jadi, bersedekah namun masih memiliki utang boleh dilakukan jika seseorang yakin bisa melunasi utangnya dari sumber lain yang tidak disedekahkan.

 

Pendapat lain diungkapkan oleh Imam Ar-Ramli dalam kitabnya yang berjudul Nihayatul Muhtaj. Ia menyatakan bahwa larangan bersedekah namun masih memiliki utang tidak bersifat umum atau mutlak. Menurutnya, bersedekah dengan hal-hal kecil seperti memberi makanan, minuman, atau perkara kecil lainnya, tetap dianjurkan untuk dilanjutkan.

 

Namun, penting untuk diingat bahwa membayar utang adalah kewajiban yang harus dilaksanakan. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan aspek finansial, tetapi juga tanggung jawab moral dan spiritual yang harus dipenuhi.

 

Baca Juga: Risiko Investasi Sukuk dan Cara Mitigasinya

 

Investasi lewat Bizhare dan #AmankanMasaDepanMu Sekarang

 

Apabila Anda menginvestasikan uang pada saham, sukuk, reksa dana, emas, berlian, atau bisnis franchise, Anda akan menghasilkan uang lewat passive income selama 24 jam, bahkan saat tidur sekalipun. 

 

Kesimpulannya, memiliki passive income adalah hal vital yang harus Anda lakukan mulai sekarang. Dengan demikian, masa depan Anda akan terjamin damai, tenang, dan bahagia. 

 

Bersama platform securities crowdfunding pertama Indonesia Bizhare, amankan masa depan Anda dengan kemerdekaan finansial seutuhnya. Jika Anda adalah salah satu orang yang ingin masa depannya cerah, silakan klik button di bawah ini.

 

#AmankanMasaDepanMu Sekarang

142 Reads
Author: Diptyarsa Janardana
34 Suka