06 August 2025
4 menit baca

Mental Accounting: Cara Pikiran Mengatur Uang

4 menit baca

Orang sedang menggunakan kalkulator untuk Mental Accounting

 

Memahami Mental Accounting: Cara Pikiran Kita Mempengaruhi Keuangan 

 

Pernah merasa berat mengeluarkan uang untuk hal-hal penting seperti membayar tagihan atau membeli kebutuhan pokok, tapi di saat yang sama tidak ragu membeli kopi atau makanan kekinian dengan harga lebih tinggi? Tanpa disadari, cara kita membagi uang ke berbagai kategori di kepala bisa memengaruhi keputusan finansial sehari-hari. Pola ini dikenal sebagai mental accounting, konsep dalam psikologi keuangan yang menjelaskan bagaimana kita mempersepsikan dan mengelola uang dengan cara yang tidak selalu rasional.

 

Memahami bagaimana mental accounting bekerja bisa membantu kita lebih sadar dalam mengelola pengeluaran, menghindari jebakan keuangan, dan membangun kebiasaan finansial yang lebih sehat. Lalu, apa sebenarnya mental accounting itu?

 

Apa itu Mental Accounting?

 

Mental accounting merupakan kondisi di mana seseorang secara tidak sadar membagi dan mengkategorikan uang yang dimiliki, tergantung dari sumber, tujuan, atau kategori pengeluarannya. Sebagai contoh, bonus akhir tahun sering dianggap sebagai “uang ekstra” sehingga lebih mudah dikeluarkan dan dihabiskan, sementara gaji bulanan dianggap sebagai uang yang harus dikelola dengan bijak dan hati-hati.

 

Konsep ini pertama kali dikenalkan pada awal 1980-an oleh Richard Thaler, seorang ekonom yang dikenal lewat kontribusinya dalam bidang ekonomi perilaku dan peraih Nobel Ekonomi. Ia menjelaskan bahwa seseorang akan membuat “rekening mental” dalam kepalanya secara tidak sadar. Kita akan memisahkan uang untuk belanja, hiburan, tabungan, dan kebutuhan lainnya, meskipun secara logis semua uang itu berasal dari satu sumber yang sama.

 

Masalah muncul ketika pembagian “rekening mental” ini membuat kita mengambil keputusan yang tidak rasional. Kita mungkin enggan menyentuh dana tabungan meskipun saat itu ada keperluan penting, atau sebaliknya. Lalu menganggap mudah menghamburkan uang yang kita anggap sebagai “bonus” atau “hadiah”. Contohnya, banyak orang lebih cepat menghabiskan cashback untuk jajan, tetapi merasa berat mengeluarkan uang dengan nominal yang sama dari tabungan. Hal ini dapat menyebabkan pengeluaran impulsif pada satu sisi dan pengelolaan berlebihan di sisi lain, tanpa tujuan finansial yang jelas. 

 

Kenapa Mental Accounting Penting untuk Dipahami?

 

Mental accounting bukan hanya soal membagi uang di kepala. Kalau tidak disadari, pola ini bisa mengakar dan menjadi kebiasaan finansial yang dapat mengarah pada pengeluaran emosional, sabotase tabungan, dan keputusan finansial yang kurang bijak, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Tanpa disadari, mental accounting bisa memberikan ilusi kontrol finansial karena kita merasa sudah membagi uang ke beberapa pos, padahal pengelolaannya belum tentu efektif atau efisien.

 

Pola pikir ini juga bisa membuat kita kehilangan kesempatan untuk menabung atau berinvestasi secara optimal. Misalnya, karena menganggap cashback atau THR sebagai “uang senang”, kita jadi lebih mudah menghabiskannya tanpa tujuan yang jelas. Sementara itu, dana di rekening tabungan sering kali hanya mengendap karena kita terlalu kaku dalam memisahkan kategori pengeluaran.

 

Jika tidak dipahami dan dikelola dengan baik, mental accounting bisa membuat kita terjebak dalam siklus pengeluaran yang tidak sehat, seperti belanja impulsif, gagal membangun dana darurat, atau menunda investasi yang seharusnya bisa dilakukan lebih awal. Dalam jangka panjang, pola ini juga bisa menumbuhkan gaya hidup konsumtif dan membuat kita sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Akibatnya, kita lebih mudah tergoda membeli sesuatu hanya karena merasa punya “jatah” dari pos tertentu, bukan karena benar-benar membutuhkannya.

 

Namun, mental accounting sendiri bukanlah hal yang negatif. Ketika disadari dan dikelola dengan baik, pola pikir ini justru bisa menjadi alat bantu untuk mengatur keuangan secara lebih terstruktur. Kuncinya adalah memahami cara kerja mental accounting agar bisa digunakan secara strategis dan menciptakan kebiasaan finansial yang sehat dan efektif.

 

 

Bagaimana cara mengelola Mental Accounting

 

Mental accounting bisa menjadi alat bantu yang efektif dalam mengatur keuangan, asalkan kita paham dan mampu mengelolanya secara sadar dan strategis. Berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengelolanya:

 

  • Pahami Pola dan Kebiasaan Finansial


    Langkah pertama adalah mengenali kecenderungan kita dalam memperlakukan uang dari berbagai sumber. Apakah kita lebih cepat menghabiskan uang dari bonus atau cashback? Apakah ada kecenderungan mengalokasikan dana tertentu tanpa alasan yang jelas? Mengenali pola ini akan sangat membantu kita mengevaluasi apakah pembagian tersebut benar-benar mendukung pengelolaan uang kita atau justru membatasi fleksibilitas finansial.

 

  • Gunakan Pendekatan Rasional, Bukan Emosional


    Mental accounting sering kali didorong oleh respons emosional. Misalnya, kita cenderung lebih permisif dalam menggunakan uang “tambahan” seperti THR dan hadiah, meskipun secara nilai uang tersebut sama dengan uang utama kita. Menerapkan pendekatan yang lebih rasional dapat membantu memastikan bahwa setiap keputusan keuangan didasarkan pada prioritas, bukan dorongan sesaat.

 

  • Bedakan Kebutuhan dan Keinginan


    Salah satu cara mengelola mental accounting dengan lebih sehat adalah dengan terus membiasakan diri membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
    Sebagai contoh, memiliki alokasi dana hiburan dan hobi bukan berarti seluruh anggaran tersebut harus dihabiskan setiap bulan. Meninjau ulang apakah suatu pengeluaran benar-benar dibutuhkan atau hanya keinginan sesaat dapat membantu mengambil keputusan yang lebih seimbang. Jika tertarik, pelajari lebih lanjut tentang perbedaan kebutuhan dan keinginan.

 

  • Gunakan Sistem Penganggaran yang Adaptif


    Sistem pengelolaan keuangan yang terlalu kaku dapat memperkuat dampak negatif mental accounting. Sebaliknya, pendekatan yang terstruktur namun fleksibel dapat membantu menjaga keseimbangan pengelolaan uang. Dengan begitu, kita tetap memiliki ruang untuk memenuhi kebutuhan emosional tanpa kehilangan arah terhadap tujuan finansial jangka panjang.

 

  • Lakukan Evaluasi Berkala


    Penting untuk secara rutin melakukan evaluasi terhadap alokasi dana dan kategori yang kita buat. Seiring waktu, kebutuhan dan prioritas bisa berubah. Dengan evaluasi berkala, kita dapat menyesuaikan pos-pos pengeluaran agar tetap relevan dan mendukung pencapaian finansial yang lebih sehat.

 

Mental accounting adalah bagian dari cara kita memahami dan memperlakukan uang. Meski sering kali terjadi secara tak sadar, pola ini dapat berdampak besar terhadap kebiasaan finansial sehari-hari. Dengan mengenali kecenderungan tersebut dan menerapkan pengelolaan yang lebih strategis, kita bisa mengubahnya menjadi alat bantu yang mendukung serta menumbuhkan kebiasaan finansial yang sehat.

 

Pada akhirnya, pengelolaan keuangan bukan hanya soal membagi uang, tapi juga tentang bagaimana kita menyikapi dan menyadari perilaku di baliknya. Dengan kesadaran dan pendekatan yang tepat, mental accounting bisa menjadi langkah awal menuju pengelolaan finansial yang lebih bijak dan berkelanjutan.

65 Reads
Author: Bizhare Contributor
8 Suka